Belum lagi sampah antariksa. Yang teranyar, satelit milik Jerman jatuh kembali ke Bumi, menyusul jatuhnya UARS milik NASA. Sementara, masih ada sekitar 20 ribu sampah antariksa yang terkalatogkan.
Indonesia tak terkecuali berpotensi bahaya. Dua tahun lalu 8 Oktober 2008, asteroid selebar 10 meter meledak di Bone, Sulawesi Selatan. Kekuatannya diperkirakan tak main-main. Ledakan Bone dideteksi sebagai Superbolide atau "Bola Api Besar". Daya ledaknya bisa mencapai 50 kiloton bom TNT. “Jika itu jatuh di daratan, bisa menghancurkan satu kota. Untungnya jatuh di lautan,” kata Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam wawancara dengan VIVAnews.com.
Meski belum secanggih Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), LAPAN secara aktif memantau pergerakan asteroid dan sampah antariksa, terutama yang berpotensi membahayakan wilayah Indonesia. Juga untuk mengembangkan teknologi, demi mewujudkan mimpi menerbangkan satelit “made in Indonesia” sebelum tahun 2020.
Thomas juga mengatakan, LAPAN juga bertugas meluruskan berita-berita bohong (hoax) yang beredar di masyarakat, yang mengaitkan keberadaan benda langit dengan pertanda kiamat.
Kepada VIVAnews, ia juga menjawab pertanyaan-pertanyaan soal banyak hal, tentang mengapa kita kalah cepat dengan Malaysia mengirimkan astronot, perdebatan hilal yang tak kunjung selesai. Juga, soal potensi keberadaan mahluk lain di luar bumi.
Berikut petikan wawancara dengan Thomas Djamaluddin:
Program apa yang saat ini sedang dilaksanakan LAPAN?
Secara umum program teknis dalam LAPAN mencakup tiga hal, yakni, pertama pengembangan teknologi dirgantara, terdiri dari pengembangan roket yang diorientasikan ke roket peluncur satelit, pengembangan satelit --sekarang sudah ada satu satelit LAPAN berada di orbit, kerja sama dengan Jerman. Kemudian ketiga terkait dengan penelitian yang terkait pengembangan teknologi penerbangan.
Aspek kedua terkait dengan pengembangan data informasi dan penginderaan jauh yang berbasis satelit, ini khususnya untuk pemantauan lingkungan dan sumber daya alam, yaitu pertanian, kehutanan, perikanan semuanya di lakukan dengan teknik penginderaan jauh.
Ketiga, aspek sains dan kebijakan. Mencakup sains atmosfer dan antariksa. Jadi sains antariksa LAPAN merupakan lembaga penelitian satu-satunya di Indonesia yang mengamati aktivitas matahari. Sains atmosfer, LAPAN berupaya mengembangkan kompetensi untuk mendukung lembaga-lembaga operasional seperi BMKG, terkait bagaimana pemahaman dinamika atmosfer Indonesia.
Kemudian terkait dengan kebijakan dirgantaran ini khususnya peraturan undang-undangan terkait dengan keantariksaan. LAPAN sedang upaya mengajukan sebagai inisiasi pemerintah, RUU Keantariksaan. Secara internasional sudah ada konvensi keantariksaan, terkait dengan soal bahwa antariksa itu milik semua manusia yang digunakan untuk kepentingan manusia secara keseluruhan. Kemudian aturan terkait dengan ekplorasi antariksa, Indonesia sudah melakukan ratifikasi aturan internasional tersebut, hanya aturan nasionalnya itu belum.
LAPAN ini kan seperti NASA nya Indonesia, apakah lembaga ini nantinya bisa setara dengan NASA yang sudah maju?
Dari segi ide dasar sama, dari namanya bahasa Inggrisnya juga sama dengan NASA. Kalau NASA disebut dengan “agensi” kalau LAPAN pakai “institut” (National Institute of Aeronautics and Space/LAPAN). Namanya sama, kalau di sana NASA mungkin di sini NASI he..he… Tapi yang pasti penanganan masalah keantariksaan di Indonesia ada lembaga yang menanganinya.
LAPAN yang ditugasi terkait dengan litbang juga seperti NASA, meski tidak langsung masuk pada teknis produksinya. Tugas kami menyiapkan kebijakan yang memungkinkan tumbuhnya industri keantariksaan dan penerbangan. Juga membangun kesadaran semua pihak, stakeholder tentang pentingnya keantariksaan dan penerbangan dalam konteks aeronotika.
Kalau NASA kan sudah jauh melangkah, canggih, apa yang menjadi misi LAPAN ke depan?
Antariksa ini kan high cost dan high risk. Jadi pengembangan awal pasti melibatkan negara. Untuk itu inisiatif pengembangan teknologi antariksa di Indonesia, LAPAN adalah pelopornya. Yang sekarang sudah dilakukan pengembangan satelit, walaupun mikro, ini menjadi lompatan yang sangat penting sekali. Kalau satelit sudah sejak tahun 2000-an dan diluncurkan pada 2007. Pengembangan teknologi sateit bekerjasama dengan Jerman, TU Berlin. Oleh karenanya disebut satelit Tubsat. Untuk peluncurannya bekerjasama dengan India.
Kapan target LAPAN bisa meluncurkan satelit sendiri?
Tahunnya belum ditentukan. Tapi sebelum 2020 mestinya. Satelit buatan sendiri, peluncuran kemungkinan masih diikutkan dengan roket India.
Yang terbaru, Satelit LAPAN A2 yang mengorbit secara ekuatorial akan diluncurkan tahun depan, 2012. Satelit ini lebih ke pemantauan, aspeknya roket untuk ketahanan pangan dan satelit untuk mendukung penanganan bencana sekaligus menfasilitasi masalah komunikasi radio amatir saat bencana dengan kerjasama ORARI. Juga segi pemantauan pencitraan yang didukung satelit lain.
Ancaman tak hanya dari Bumi tapi juga luar Bumi, seperti asteroid dan sampah antariksa. Apa yang dilakukan LAPAN terkait ini?
Untuk pemantauan objek antariksa ini, LAPAN belum mempunyai sistem karena sangat mahal dan canggih, tapi LAPAN mempunyai akses untuk mendapatkan informasi tersebut. Katakanlah sampah antariksa, LAPAN selalu memantau orbitnya yang kemungkinan akan jatuh di wilayah Indonesia. Kalau sampah antariksa ini relatif mudah memantaunya karena sudah terkatalogkan, sudah ada 20 ribu katalog sampah antariksa yang berukuran lebih dari ukuran kepalan tangan manusia. Ini yang terus dipantau dan dikaji, jika jatuh, apakah akan masuk ke wilayah Indonesia.
Sekarang yang menjadi fokus internasional adalah yang ukurannya besar, dan jaraknya relatif dekat. Pada Rabu 9 November 2011, pukul 06.28 asteroid yang terpantau diberi kode YU55 yang melintas pada jarak 325 ribu km.
Setidaknya bumi telah mengalami dua kali peristiwa besar tumbukan benda antariksa ini, yaitu pada 30 Juni 1980 di Tunguska, Siberia, dari bukti-bukti diduga pecahan dari Komet Encke. Tumbukan tersebut menghanguskan hutan seluas DKI Jakarta, dalam radius 25 km. Ledakannya terdengar sampai radius 1000 km, debu menyelimuti Eropa sampai 80 km menyebabkan waktu malam masih terang walaupun matahari sudah terbenam. Tentu Siberia yang dulu berbeda dengan sekarang, kalau sekarang jatuhnya akan menimbulkan korban manusia banyak sekali.
Nah, yang lebih besar lagi itu 65 juta tahun yang lalu, yang jatuh di Semenanjung Yukatan, Meksiko. Ini diduga yang menyebabkan terjadinya musim dingin ekstrem, sebab debu-debunya yang tebal menyebar ke seluruh dunia, menutup cahaya matahari, dan menyebabkan musim dingin ekstrem. Ini diduga menjadi sebab punahnya Dinosaurus.
Patroli-patroli antariksa seperti itu dilakukan saat ini, LAPAN tentu tidak secara aktif memantau itu, tapi ikut dalam jaringan internasional.
Tentu yang tak kalah utama memberikan sosialisasi kepada masyarakat supaya mendapatkan informasi yang benar. Karena di dunia internet saat ini, informasi yang hoax dan yang benar bercampur, dan LAPAN berperan di situ untuk meluruskan informasi yang meresahkan yang beredar di masyarakat.
Asteroid apa saja yang mengancam Bumi?
Sekarang banyak sekali yang disebut “mengancam bumi”. Kalau jaraknya dekat dengan orbit 384 ribu km, itu sudah dianggap perlu diwaspadai, artinya begini, asteroid juga dipengaruhi orbit planet-planet lain, yang mungkin orbit suatu saat berubah dan berpapasan dengan Bumi. Katakanlah kasus Asteriod 2005 YU55 setelah diperhitungkan secara cermat, dalam 100 tahun itu aman tidak akan berlintasan dekat dengan bumi. Apa saja? Ada katalognya, saya sendiri tidak hafal. Semakin canggih teknologi semakin banyak astereoid yang diduga akan mengancam bumi. Bukan berarti bertambah objeknya tapi karena kemampuan manusia mendeteksi lintasan orbitnya.
Banyak benda langit yang disebut sebagai pertanda kiamat, tanggapan Anda?
Ini kesalahpahaman yang oleh LAPAN diupayakan untuk diklarifikasi. Banyak berita bohong soal pertanda kiamat. Isu kiamat 2012 itu sempat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Banyak juga akhirnya keluarga yang menelepon ke LAPAN, karena anak-anaknya ketakutan seolah-olah kiamat tinggal sebentar lagi. Itu perlu diluruskan, isu kiamat 2012 itu muncul dari informasi kalender Maya yang dalam siklus panjangnya berakhir pada 21 Desember 2012. Dalam kajian kalender itu sebenarnya bukan hal yang aneh. Saat masa itu sudah habis, maka akan ada periode lagi, tapi kemudian orang-orang yang melihat sisi sensasinya, terutama kalangan astrologi, mengkaitkan ada isyarat akan bencana. Orang kemudian menebak bencana apa yang akan terjadi 2012.
Waktu isu ini berkembang, diperkirakan puncak aktivitas matahari terjadi pada 2012, sehingga orang mengkaitkan kiamat 2012 itu dipicu oleh aktivitas matahari. Tapi data terbaru, puncak aktivitas matahari bergeser ke Mei 2013.
LAPAN sering meluruskan informasi, badai bukan berarti ada ledakan-ledakan besar di Matahari, itu hanya berarti aktivitas matahari meningkat. Belum tentu juga memberi dampak ke Bumi. Bisa saja ledakan itu tidak mengarah ke bumi, tergantung. Badai matahari itu yang dilihat kekuatannya dan arahnya. Kalaupun itu mengarah, Bumi kan dilindungi oleh atmosfer, ledakan matahari tidak akan langsung. Dampak yang paling dirasakan itu pada sistem teknologi yang berada di antariksa.
Badai matahari sekarang menjadi perhatian Internasional, karena manusia sngat tergantung pada sistem teknologi satelit, untuk komunikasi, broadcasting, navigasi. Ini kan tidak ada backup-nya jadi sistem komunikasi manusia terganggu, data perbankan juga terganggu karena mereka menggunakan satelit. Operator saat ini sudah mulai menyiapkan sistem backup tersebut.
Sementara, dampak ke listrik hanya dialami oleh negara kutub saja, wilayah Eropa, Rusia, Amerika Utara, Jepang. Yang mungkin akan terdampak itu sudah dialami Kanada dan Swedia yang jaringan listriknya terganggu, transformernya bermuatan lebih sampai terbakar. Trafo induk terbakar, akan banyak masyarakat yang tidak mendapat pasokan listrik. Tapi saya kira pengalaman tahun 1989 dan tahun 2000 an sudah diantisipasi. Untuk wilayah Indonesia, kemungkinannya hampir tidak ada mengalami seperti itu. Walaupun dari aspek penelitian, LAPAN mengkaji kemungkinan-kemungkinn dengan peningkatan teknologi saat ini. Dampak terhadap listrik di Indonesia itu dikaji, namun secara teoritis itu hampir tidak mungkin.
Bagaimana dengan asteroid?
Aspek yang kedua terkait dengan kiamat tadi, itu akan terjadi tumbukan asteroid besar. Itu juga LAPAN membantah bahwa dari segi pemahaman antariksa oleh masyarakat internasional, tidak ada objek antariksa yang mengancam bumi sekitar tahun 2012. Sama seperti Asteroid 2005 YU55, jika ada tentu terdeteksi dan jauh-jauh hari sudah terdeteksi. Itu tidak benar termasuk isu akan terjadi tumbukan planet Nibiru, itu hanya hoax saja.
Ada cara untuk mengurangi potensi bahaya asteroid yang mengancam bumi? Dengan bom nuklir barangkali?
Secara umum ini cenderung ke sainsfiction, tapi secara teknis teknologi untuk mengalihkan asteroid ke bumi itu bisa. Yang digunakan adalah teknologi mengalihkan orbitnya seperti mengubah orbit satelit. Ada roket yang memicu dan kemudian menyebabkan kejutan gaya yang menyebabkan orbitnya beralih. Nuklir bisa karena ini merupakan salah satu yang mempunyai kekuatan untuk mengalihkan orbit. Jadi tinggal di titik mana diledakkan. Seperti untuk mengubah satelit, roket diledakkan pada detik sekian. Jadi jika ada asteroid diperkirakan jatuh ke bumi, langkah antisipasinya mengubah orbit tersebut.
Menurut sepengetahun anda, apa fenomena antariksa terbesar di Indonesia?
Asteroid Bone sudah terkonfirmasi secara ilmiah, itu jatuh di perairan Bone ukuran sekitar 10 meter, seukuran rumah. Jika itu jatuh di daratan, bisa menghancurkan satu kota. Untungnya jatuh di lautan. Sebenarnya tahun 1980-an ada asteroid yang terdeteksi oleh sistem pemantau antariksa jatuh di perairan Maluku. Tapi tidak ada konfirmasi yang lain, deteksi ada. Peristiwa asteroid terbesar di Indonesia ya yang di Bone itu.
Kalau terkait dengan kawah meteor Majalengka?
Itu hanya interpretasi dari segi kontur yang belum terkonfirmasi. Kalau di negara lain sering terdengar ditemukan kawah meteor, di Indonesia sangat susah. Karena efek meteorologi di Indonesia cepat sekali mengubah struktur tanah. Kalaupun sekian juta tahun lalu ada meteor yang jatuh ke Indonesia, cepat tertutup karena faktor hujan, gerakan tanah yang disebabkan curah hujan atau gempa. Faktor cuaca yang aktif akan cepat menghilangkan bukti itu. Beda dengan daerah lintang menengah yang curah hujan relatif sedikit.
Soal fenomena UFO, baru-baru ini Gedung Putih sudah menjawab petisi, dan membantah tudingan pemerintah AS menyembunyikan bukti kontak dengan mahluk ekstraterresterial. Sikap LAPAN?
Secara umum keingintahuan masyarakat terhadap UFO sangat besar. Termasuk ketua LAPAN dahulu (Marsekal Muda TNI J. Salatun) juga mempercayai UFO. Secara ilmiah UFO dianggap sebagai pseudoscience, karena fakta-fakta yang dikemukakan tidak memenuhi kaidah ilmiah.
Dari segi astronomi, memang, di luar Bumi ini mungkin ada kehidupan. Tapi untuk kehidupan itu berkunjung ke Bumi apalagi menunjukan diri dalam bentuk piring terbang, itu sebuah ketidakmungkinan.
Pertama, dari segi bintang, yang terdekat dengan kita sekitar 4,3 tahun cahaya. Artinya kalau di sana ada peradaban yang mampu mengirimkan pesawat antariksa, kalau menggunakan kecepatan cahaya saja, itu perlu waktu tahunan.
Benda fisik kan tidak ada yang mempunyai kecepatan cahaya, jadi perjalanan dari bintang yang terdekat itu memakan waktu bisa sampai puluhan tahun. Belum lagi, bintang yang diduga mempunyai kehidupan, bisa berjarak puluhan tahun, ribuan tahun, bahkan ada yang ratusan tahun cahaya. Itu sangat tidak logis kalau mereka mengirim pesawat sampai ke Bumi. Bagaimanapun mahluk hidup yang di sana mempunyai batasan umur juga. Jadi itu jelas suatu ketidakmungkinan.
Ketidakmungkinan yang kedua, kalau betul itu ada benda antariksa yang masuk ke bumi, benda itu akan terpantau. Asteroid seukuran kepalan tangan saja akan terpantau. Jika ada piring terbang pasti terpantau, tapi masyarakat sering curiga bahwa itu ditutup-tutupi. Begini, kalau itu itu betul mempunyai nilai ilmiah yang tinggi, mengapa harus ditutup-tutupi? Dan itu tidak akan mungkin. Yang pertama kali berteriak tentu para ilmuwan, dan kritik ilmuwan lebih pedas daripada kritik orang awam. Bagaimanapun tidak mungkin akan menutup informasi seperti itu meskipun atas dasar kepentingan keamanan. Jadi UFO dari segi ilmiah tidak punya dasar, itu tergolong pseudoscience.
Ada pengaruhnya kepercayaan Ketua LAPAN pertama mempercayai UFO secara kelembagaan juga pada masyarakat?
Secara teknis tidak ada, tapi pengaruh pada aspek non teknis mungkin ada. Satu sisi mendorong orang untuk mempelajari antariksa, rasa keingintahuan.
Termasuk saya, dulu masuk astronomi karena penasaran soal UFO, saya bahkan menulis soal UFO itu menurut kaca mata agama. Dari situ kemudian saya banyak membaca buku soal astromoni sampai saya berminat dengan astronomi. Jadi aspek non teknis, membangun keingintahuan positif. Aspek yang lain, itu bisa menimbulkan kesalahpahaman. Sekarang ini memang ada komunitas yang mempercayai UFO. Kadang saya berdiskusi dengan mereka juga.
Anda percaya ada kehidupan lain di luar Bumi?
Ada kehidupan lain, tapi bukan berbentuk seperti piring terbang. Kehidupan lain di alam semesta ini menimbulkan cabang baru dalam astronomi, bioastronomi. Dari aspek sains, tidak mungkin manusia itu mahluk hidup satu-satunya. Jadi di luar bumi kemungkinan ada. Salah satu usaha untuk menemukannya, melalui sinyal-sinyal radio non alami yang saat ini dipantau SETI (Searching for Extra-Terrestrial Intelligence).
Adanya sinyal nonalami menandakan kemungkinan ada kehidupan lain di luar, yang mempunyai sistem teknologi sinyal seperti radio. Kesulitannya dalam menverifikasi, itu sinyal nonalami atau sinyalalami yang kita belum tahu. Kalaupun kita sudah mengidentifikasi itu sebagai suatu bintang, kemudian kita harus melihat apakah di sana ada planet atau tidak. Nah untuk mengenali planet pada bintang yang jauh bukan hal yang mudah.
Ada kemungkinan suatu hari nanti jika bumi rusak ada manusia akan berpindah ke planet lain?
Itu juga pseudoscience, tapi logis juga. Bisa saja nanti suatu saat bumi tidak layak huni, kemudian orang akan pindah ke tempat lain. Yang memungkinkan tentu yang masih dalam tata surya kita. Dari sisi penerbangan itu memungkinkan tapi daya dukung lingkungan saat ini tidak ada planet yang masuk zona layak hidup – yang mensyaratkan temperatur air cukup, kalau dekat dengan matahari ada air akan menjadi uap. Kalau terlalu jauh dari matahari akan beku. Metabolism manusia sebagian besar memerlukan air, itu tidak akan mungkin hidup di sana.
Kalau dilihat dari aspek jangka panjangnya, bumi mungkin akan bergeser menjadi planet yang tidak layak untuk hidup. Karena matahari kita kan nanti berevolusi menjadi bintang raksasa, dalam hitungan milyaran tahun. Dalam waktu itu, kemungkinan manusia sudah punah terlebih dahulu.
Jika Matahari menjadi raksasa merah, bumi akan terlalu panas. Bisa saja zona habitat akan beralih ke planet lain, yakni Mars, di sana ada atmosfer. Kalau Jupiter, Saptunus dan Neptunus tidak mungkin, karena mereka planet gas, tidak mungkin ada mahluk hidup. Kalau Titan, satelit yang mengitari Saturnus, ada kemungkinan. Karena ia mempunyai atmosfer. Dari segi temperaturnya, mungkin masuk menjadi zona habitat, kemungkinan akan tumbuh kehidupan.
LAPAN pernah mengirim biji tomat ke stasiun luar angkasa internasional melalui satelit Hayabusa. Bagaimana nasib biji-biji itu?
Lebih subur, kecambahnya lebih cepat tumbuh. Efek hampa udara disana membuat pori-pori kecambah lebih terbuka. Benih itu kami bagikan ke anak-anak SMP, sudah ada panduannya bagaimana cara menanamnya. Kemudian mereka diminta mengamati, secara reguler dipotret dan dilaporkan. Nanti akan ada lomba. Laporan terbaik akan dijadikan pemenang.
Malaysia sudah mengirimkan astronot, kita kapan?
Kita dulu pernah merancang adanya astronot yang akan terbang bersama dengan peluncuran satelit Indonesia. Tapi batal, ada peristiwa meledaknya Challenger 1980-an, itu kemudian kita mundur lagi. Sedangkan Malaysia bisa meluncurkan itu karena ada uang. Kita pun kalau punya uang bisa saja. Kapan itu? Tinggal kebijakan nasional kita mampu membiayai pengiriman satelit dan astronot atau tidak. Karena dulu kita punya uang dengan digandengkan dengan peluncuran satelit tersebut. Jadi bukan karena Malaysia lebih unggul, itu hanya masalah dana saja.
Sampai saat ini terus ada perdebatan soal hilal, bagaimana tanggapan LAPAN?
LAPAN ikut berinisiatif memberikan solusi. Penentuan awal bulan Komariyah sudah ada perdebatan panjang menggunakan dalil. Antara metode hisab dan rukyat. Yang selama ini digugat, hisab dinggap tidak punya dalil, dalilnya dianggap tidak kuat. Masing-masing mengklaim metodenya paling sah.
Sekarang kecenderungannya bukan pada metode. Tapi pada masalah kriteria. Dan itu paling nyata pada tahun 1998, saat sesama ahli rukyat dan ahli hisab ada perbedaan. Di kalangan NU ada dua kubu, demikian juga Muhamadiyyah dan Persis juga ada perbedaan. Itu sumbernya adalah pada perbedaan kriteria. Batas disebut awal bulan itu apa, masalah batas itu seperti peraturan Bulutangkis. Ketika ada dua peraturan, saat shuttlechock masuk ke dalam garis, itu dianggap masuk atau tidak. Kalau batas yang diambil batas dalam, shuttlechock itu dianggap keluar. Tapi kalau batasnya dilihat dari luar, shuttlechock dianggap masuk. Kalau bulutangkis sudah ada aturan.
Nah, kalau soal hilal masih ada dua definisi, akan selalu terjadi perbedaan.
Katakanlah hampir semua ormas menggunakan batasan minimal 2 derajat, tapi ada ormas yang menggunakan kriteria nol derajat. Perbedaan pada kriteria.
LAPAN kemudian menawarkan solusi dengan menggunakan kriteria yang sama-sama maju. Jadi bukan nol atau dua, karena landasan astronominya lemah. LAPAN menawarkan kriteria astronomis soal itu.
Tapi sekarang hal yang perlu dilakukan yakni mencari kesepakatan soal kriteria tersebut. Sebagian besar ormas Islam memakai kriteria dua derajat, jarak bulan dengan matahari 3 derajat, umur bulan minimal 8 jam. Itu diadopsi sebagai kriteria menteri agama Asean, MABIN -- Singapura, Brunei, Malaysia. Di Indonesia hanya Muhammadiyah yang belum.
Walaupun kriteria tersebut belum memenuhi kriteria astronomi, itu sebagai langkah awal dulu. Dengan kriteria rukyat atau visibilitas hilal, itu bisa mempertemukan dua kelompok besar tadi. Kalau sekian ratus tahun yang diperdebatkan soal dalil, sekarang coba kriteria yang bisa mendamaikan dua hal itu. Kalau kita sepakat dengan kriteria itu, hasil riset dengan hasil rukyat Insya Allah sama. (eh)
0 komentar:
Posting Komentar